Minggu, 29 Oktober 2017

LEUKIMIA



Pengertian
https://youtu.be/Yz_b52MVzQw


Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Leukemia adalah  jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan menggantikannya.
Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang, Sel-sel baru ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal yang akhirnya mendesak sel-sel lain.
Beberapa pengertian menurut para ahli:
  • Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
  • Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum
    tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 )
  • Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
    patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
    dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
    (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)
  • Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka penulis berpendapat bahwa leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
2.2 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
  1. Genetik
Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis ( Wiernik, 1985; Wilson, 1991 ) . Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

  1. b.      Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi ( Wiernik,1985 ) .
  1. c.       Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ).
  1. d.      Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata . Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. ( Wiernik, 1985 ) . Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia . Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 19990).


  1. e.       Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al, 1998 ) .
  1. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II ) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML . Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).

2.3  Klasifikasi
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan infasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal, dan kulit.
Leukemia sering diklasifikasikan sesuai galur sel yang terkena, seperti limfositik atau mielositik, dan sesuai maturitas sel ganas tersebut, seperti akut (sel imatur) atau kronis (sel terdeferensiasi).
  1. a.      Leukemia mielogenus akut
Leukemia mielogenus akut (AML) mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi kesemua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia non limfositik yang paling sering terjadi.
1)      Manifestasi klinis
Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah normal. Kepekaan terhadap infeksi terjadi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit; kelelahan dan kelemahan yang terjadi karena anemia; dan keccendrungan perdarahan terjadi akibat trombositopenia, kekurangan jumlah trombosit. Proliferasi sel leukemi dalam organ mengakibatkan berbagai gejala tambahan; nyeri akibat pembesaran limpa atau hati; masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal (sering terjadi pada leukemia limfositik); dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang.
Kelainan ini terjadi tanpa peringatan, dengan gejala terjadi dalam periode 1-6 bulan. Hitung sel darah menunjukan penurunan baik eritrosit maupun trombosit. Meskipun jumlah leukosit total bisa rendah, normal atau tinggi, namun presentase sel yang normal biasanya sangat menurun. Specimen sumsum tulang merupakan penegak diagnose, menunjukan kelebihan sel blast imatur. Adanya batang Auer didalam sitoplasma menunjukan adanya leukemia mielogenus akut (AML).
2)      Penatalaksanaan
Kemoterapi merupakan bentuk terpi utama dan pada beberapa kasus dapat menghasilkan perbaikan yang berlangsung sampai setahun atau lebih. Obat yang biasanya digunakan meliputi daunorobicin hydrochloride (cerubidine), cytarabin (cytosar-U), dan mercaptopurine (purinethol). Asuhan pendukung terdiri atas pemberian produk darah dan penanganan infeksi dengan segera. Apabila dapat diperoleh jaringan yang cocok dari kerabat dekat, maka dapat dilakukan transplantasi sumsum tulang untuk memperoleh sumsum tulang normal, setelah terlebih dahulu dilakukan penghancuran sumsum lekemik dengan kemotrapi.
3)      Prognosis
Pasien yang mendapatkan penanganan dapat bertahan hanya sampai 1 tahun, dengan kematian yang biasanya terjadi akibat infeksi atau perdarahan. Schiller (1992) melaporkan bahwa pasien yang berusia dibawah 40 tahun, angka ketahanan hidup 5 tahunnya sekitar 2-5 bulan. Percobaan dengan kombinasi baru obat kemoterapi masih terus dilakukan diberbagai pusat onkologi diseluruh dunia.

  1. b.      Leukimia Mielogenus Kronis
Leukemia mielogenus kronis (CML) juga dimasukkan dalam keganasan sel stem myeloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetic yang dinamakan kromosom Philadelphia ditemukan pada 90% sampai 95% pasien dengan CML. CML jarang menyerang individu berusia di bawah 20 tahun, namun insidensinya menignkat sesuai pertambahan usia.

1)      Manifestasi
Gambaran klinis CML mirip dengan gambaran AML, tetapi tanda dan gejalanya lebih ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda gejala selama bertahun-tahun. Terdapat penignkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa. Limpa sering membesar.

2)      Penatalaksanaan dan Prognosis
 Tetapi pilihan leukemia mielogenus kronis adalah buslfan (Myleran), hydroxyurea, dan chlorambucil (Leukeran) sendiri atau dengan kortikosteroid. Ketahanan hidup meningkat secara bermakna dengan transplantasi sumsum tulang pada pasien yang berusia di bawah 50 tahun dengan donor HLA yang sesuai. Interferon alfa merupakan alternative pilihan penanganan, namun sangat mahal, mempunyai efek samping yang tidak menyenangkan dan tidak terbukti memperpanjang ketahanan hidup. Fludarabin (Fludar) efektif bagi pasien yang penyakitnya tidak berespons terhadap penanganan yang telah dilakukan atau terus memberat setelah penanganan. Pada kebanyakan pasien, kelak akan mengalami leukemia mielogenus akut dan biasanya resisten terhadap terapi apapun. Secara keseluruhan, pasien dapat bertahan selama 3 sampai 4 tahun. Kematian biasanya akibat infeksi atau perdarahan.

  1. c.       Leukimia Limfositik Akut.
Leukemia limfositik akut (ALL) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak disbanding perempuan, dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15, ALL jarang terjadi.
1)      Manifestasi
Limfosit imatur berproliferasi dalan sumsum tulang dan jaringan perifer dan menganggu perkembangan sel normal. Akibatnya, hematopoesis normal terlambat, mengakibatkan penurunan jumlah leukosit, sel darah merah, dan trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan leukosit jumlahnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur. Manifestasi infiltrasi leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada ALL dari pada bentuk leukemia lain dan mengakibatkan nyeri karena pembesaran hati atau limpa, sakit kepala, muntah karena keterlibatan meninges, dan nyeri tulang.
2)      Penatalaksanaan dan Prognosis
Terapi ALL telah mengalami kemajuan, sekitar 60% anak mencapai ketahanan hidup sampai 5 tahun. Bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi vincristine, prednisone, daunorubicin, dan asparaginase untuk terapi awal dan dilanjutkan dengan kombinasi mercaptopurine, methotrexate, vincristine, dan prednisone untuk pemeliharaan. Radiasi untuk daerah kraniospinal dan injeksi intratekal obat kemoterapi dapat membantu mencegah kekambuhan pada sistem saraf pusat.
  1. d.      Leukimia Limfositik Kronis
Leukimia limfosit kronis (CLL) cenderung merupakan kelainan ringan yang terutama mengenai individu antara usia 50-70 tahun. Negara- Negara barat melaporkan penyakit ini sebagai leukemia yang umum terjadi.

1)      Manifestasi klinis
Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala dan baru terdiagosa pada saat pemeriksaan fisik atu penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang mungkin terjadi adalah sehubungan dengan adanya anemia, infeksi, atau pembesaran nodus limfe. Dan organ abdominal. Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun. Terjadi penurunan jumlah limfosit. (limfositopenia).
Penatalaksanaan medis dan prognosis. Apabila ringan, CLL tidak memerlukan penanganan. Kemoterapi dengan kortikosteroid dan chlorambucil (leukeran) sering digunakan apabila gejalanya berat. Banyak pasien yang tidak berespon terhadap terapi ini dapat mencapai perbaikan dengan pemberian fludarabine monofospat, 2-chorodeoxyadenosien (2-CBA), atau pentostatin. Efek samping utama obat ini adalah penekanan sumsum tulang, yang termanifestasi dengan adanya infeksi seperti pneumocystis carinii, listeria, mikobakteria, virus herpes dan sitomegalovirus. Penanganan intra vena dengan immunoglobulin cukup efektif mencegah masalah ini pada pasien tertentu. Ketahanan hidup rata-rata pasien dengan CLL adalah 7 tahun.
2)      Komplikasi
 Komplikasi leukemia meliputi perdarahan dan infeksi, yang merupakan penyebab utama kematian. Pembentukan batu ginjal, anemia, dan masalah gastrointestinal merupakan komplikasi lain.
Risiko perdarahan berhubungan dengan tingkat defisiensi trombosit (trombositopenia) angka trombosit rendah ditandai dengan memar (ekimosis) dan petekia (bintik perdarahan-perdarahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan kulit). Pasien juga dapat mengalami perdarahan berat jika jumlah trombositnya turun sampai di bawah 20.000 per mm3 darah. Dengan alas an yang tidak jelas, demam dan infeksi dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan.
Karena kekurangan granulosit matur dan normal, pasien selalu dalam keadaan terancam infeksi. Kemungkinan terjadinya infeksi meningkat sesuai derajat netropenia, sehingga jika granulosit berada di bawah 100/ml darah sangat mungkin terjadi infeksi sistemik. Disfungsi imun mempertinggi resiko infeksi.
Penghancuran sel besar-besaran yang terjadi selama pemberian kemoterapi atau meningkatkan kadar asam urat dan membuat pasien rentan mengalami pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal. Maka pasien memerlukan asupan cairan yang tinggi untuk mencegah kristalisasi asam urat dan pembentukan batu.
Masalah gastrointestinal dapat terjadi akibat infiltrasi leukosit abnormal ke organ abnominal selain akibat toksisitas obat kemoterapi. Sering terjadi anoreksia, mual, muntah, diare, dan lesi mukosa mulut.
2.4 Patofisiologi
Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang muncul dari perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol mekanisme kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada kode genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertumbuhan sel dan diferensiasi.
Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lambat serta bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel normal.
2.5  Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut:
  1. Pilek tidak sembuh-sembuh& sakit kepala.
  2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi, Merasa lemah atau letih.
  3. Demam, keringat malam dan anorexia
  4. Berat badan menurun
  5. Ptechiae, memar  tanpa sebab, Mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil di bawah kulit)
  6. Nyeri pada tulang dan persendian
  7. Nyeri abdomen, Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut (akibat pembesaran limpa).
2.6  Pemeriksaan Penunjang
  1. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
  2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
  3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
  4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
  5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
  6. PTT : memanjang
  7. LDH : mungkin meningkat
  8. Asam urat serum : mungkin meningkat
  9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
  10. Copper serum : meningkat
  11. Zink serum : menurun
  12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.
2.7  Penatalaksanaan
  1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
  • Melalui mulut
  • Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena).
  • Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas – Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
  • Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.

Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :
  1. a.             Fase Induksi Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.

  1. b.             Fase Profilaksis Sistem saraf pusatPada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.

  1. c.              Konsolidasi pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

  1. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.

  1. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)

  1. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi Anna Keliat, 1994).
Pengkajian pada leukemia meliputi :
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
  • Pucat
  • Kelemahan
  • Sesak
  • Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
  • Demam
  • Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
  • Ptechiae
  • Purpura
  • Perdarahan membran mukosa
e.Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
  • Limfadenopati
  • Hepatomegali
  • Splenomegali
f.Kaji adanya pembesaran testis
g.Kaji adanya :
  • Hematuri
  • Hipertensi
  • Gagal ginjal
  •  Inflamasi disekitar rectal
  • Nyeri

2.  Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
c. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit.
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
e. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan

3.   Rencana Keperawatan
  1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi.
Intervensi :
  • Pantau suhu dengan teliti
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
  • Tempatkan Px dalam ruangan khusu
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya Px dari sumber infeksi

  • Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan dengan baik.
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif.
  • Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
    Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
  • Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
    penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi.
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi.
  • Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
    Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism
  • Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler.
  • Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia.
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh.
  • Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus.

  1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi :
  • Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari.
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
  • Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
    Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan.
  • Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan.
    Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi.
  • Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
  1. Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan  penurunan jumlah trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Intervensi :
  • Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis.
    Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia.
  • Cegah ulserasi oral dan rectal.
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah.
  • Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi.
Rasional : untuk mencegah perdarahan
  • Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan
  • Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat).
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan.
  • Hindari obat-obat yang mengandung aspirin.
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit.
  • Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung.
    Rasional : untuk mencegah perdarahan.

d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan munta
Tujuan : – Tidak terjadi kekurangan volume cairan
– Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi :
  • Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah

  • Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
  • Kaji respon Px terhadap anti emetic.
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil.
  • Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
  • Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
  • Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi

  1. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
Tujuan :  pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak
Intervensi :
  • Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional :  informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau
       keefektifan intervensi
  • Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat
    akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
  • Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
    Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
  • Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
  • Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri

  1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas.
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
  • Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
    Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
  • Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
  • Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
  • Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
  • Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering.
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit.
  • Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
  • Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
    Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan

  1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
    penampilan
    Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi :
  • Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan rambut
  • Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
  • Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
    Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
  • Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau teksturnya agak berbeda.
Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru
  • Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig, skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan.
http://nphiephien.blogspot.co.id/2012/06/makalah-leukimia.html